PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENGEMBANGAN WISATA EMBUNG DESA MALANGSUKO, KECAMATAN TUMPANG, KABUPATEN MALANG.



( COMMUNITY EMPOWERMENT THROUGH THE DEVELOPMENT OF EMBUNG TOURISM, MALANGSUKO VILLAGE, TUMPANG DISTRICTS, MALANG REGENCY )

Wisata Embung Malangsuko Lembaga Penwlitian dan Pengabdian Masyarakat, STISOSPOL Waskita Dharma, Malang 2021.

Penulis Korespondensi : Mahasiswa KKN STISOSPOL Waskita Dharma Malang

ABSTRAK

   Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji berlangsungnya proses pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan WEM Wisata Embung Malagsuko, meliputi bentuk Pemberdayaan masyarakat dan hasil pengembangan WEM yang dilakukan. Pendekatan yang dilakukan dalam kegiatan ini meliputi metode kualitatif untuk mengkaji karakteristik masyarakat dan kebijakan pemerintah desa. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara, observasi, dokumentasi serta program kami sendiri yang telah dilaksanakan di WEM. Kegiatan program ini dilakukan berdasarkan hasil pengamatan yang menyatakan bahwa yang menonjol di Desa Malangsuko ini ialah WEM Wisata Embung Malangsuko, yang dimana objek seperti halnya sebuah waduk buatan untuk tempat pemancingan, tempat berkemah dll.  oleh karena itu Pemberdayaan Pengembangan WEM menjadi salah satu tujuan program kerja yang kami laksanakan.

Melalui hal itu dapat dikemukakan bahwa bentuk pemberdayaan yang dikembangkan adalah bentuk pemberdayaan pengembangan wisata, yang dimana objek wisata tersebut dapat menarik pengunjung masyarakat setempat maupun dari berbagai luardaerah serta dapat meningkatkan ekonomi untuk masyarakat desa sekitar, melalui pengembangan SDM, pengembangan ekonomi, pengembangan sarana/prasarana. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan WEM Wisata Embung Malangsuko seperti itu dapat mendukung pengembangan wisata berkelanjutan.

Kata Kunci : pemberdayaan, Wisata, Pengembangan, berkelanjutan.

ABSTRACT

This activity aims to examine the ongoing process of community empowerment through the development of the Malagsuko Embung Tourism WEM, including the form of community empowerment and the results of the WEM development carried out. The approach taken in this activity includes qualitative methods to examine community characteristics and village government policies. Data collection was obtained through interviews, observations, documentation and our own program that has been implemented at WEM. This program activity was carried out based on observations which stated that what stood out in Malangsuko Village was WEM Wisata Embung Malangsuko, which objects such as an artificial reservoir for fishing, camping, etc. Therefore, Empowerment of WEM Development is one of the objectives of our work program.

Through this, it can be stated that the form of empowerment developed is a form of tourism development empowerment, where the tourism object can attract visitors from the local community and from various outside the region and can improve the economy for the surrounding village community, through human resource development, economic development, development of facilities/infrastructure. . Community empowerment in the development of WEM Tourism Embung Malangsuko like that can support the development of sustainable tourism.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Keywords : The effort, Tour, Development, Sustainable


PENDAHULUAN

KKN STISOSPOL Waskita Dharma Malang  merupakan salah satu bentuk perwujudan pemberdayaan sumber daya manusia dengan proses pembangunan sumber daya yang di maksud adalah mahasiswa dan masyarakat sasaran, yang mana dalam pelaksanaan KKN saling terjadi interaksi dan komunikasi dalam suatu proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran tersebut di harapkan mahasiswa mampu menghubungkan anatra konsep – konsep akademis dengan realitas kehidupan dalam masyarakat sasaran.

Peneliti memilih objek Wisata Embung Malangsuko karena pada historisnya Embung merupakan lahan kosong yang dialih fungsikan menjadi waduk tempak penampungan air dimana waduk tersebut berfungsi untuk mengairi persawahan yang ada di Malangsuko.


Selain sebagai tempat untuk menampung air Embung juga di fungsikan sebagai kolam pancing dan wisata.

Peneliti beranggapan bahwa Wisata Embung merupakan suatu wisata di Desa Malangsuko yang menarik serta unik dan layak untuk di kembnagkan karena bukan hanya sekedar waduk untuk menampung air akan tetapi berpotensi besar  di ekowisatanya dan dengan pengembangan Wisata Embung dapat meningkatkan perekonomian Desa Malangsuko dengan adanya sesuatu yang baru dapat membuat masyarakat Desa Malangsuko tertarik untuk mengunjungi Wisata Embung serta dapat mendukung pengembangan wisata berkelanjutan.

Melalui kajian ini terungkap arti penting pengembangan wisata terpadu dalam mensinergiskan dan memaksimalkan pemanfaatan dan kebermaknaan pengembangan wisata. Hajib (2006) mengkaji tentang aplikasi teori postmodernisme terhadap aspek pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment) pada daerah tujuan wisata. Kajian ini mengungkapkan bahwa dengan penerapan teori postmodernisme dalam pemberdayaan masyarakat dibidang pariwisat dapat meningkatkan kualitas aktivitas pariwisata yang berkelanjutan. Anom (2010) melalui kajiannya tentang wisata berkelanjutan dalam pusaran krisis global, mengungkapkan pentingnya pemberdayaan dalam pengembangan wistata berkelanjuran.

Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan wisata berkelanjutan di Desa Malangsuko?.

Dalam mengkaji tentang hal tersebut digunakan teori permberdayaan masyarakat dan teori pembangunan berkelanjutan. Adapun teori pemberdayaan masyarakat yang di gunakan diantaranya teori pemberdayaan masyarakat berbasis komunitas yang bertumpu


pada keberadaan pranata sosial budaya dan psikokultural masyarakat (Bagong Suyanto, 2005; H.Moh Ali Aziz, 2005; H, Nur Syam, 2005).

 

 

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sehubungan dengan hal itu penentuan informan dilakukan dengan cara purposive snow ball sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang telah terkumpul dianalisis secara berkelanjutan dengan teknik triangulasi, dan disajikan secara deskriptif kualitatif (Moleong, 1989; Milles, Matthew B. Dan A. Michael Huberman, 1992).

Persiapan

Dalam tahap persiapan dilakukan temu wicara dan diskusi dengan pengelola pihak WEM dan BUMDES yang bertujuan

a. Memberikan informasi tentang maksud dan tujuan program yang akan dilaksanakan.

b. Memberikan penjelasan dan pemahaman tentang potensi wisata

c. Melakukan diskusi mengenai pemberdayaan masyarakat dan beberapa permasalahan yang ada.

d. Mendiskusikan tempat dan jadwal pelaksanaan program.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Potensi Desa Malangsuko

Desa Malangsuko merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Desa Malangsuko yang sedang mengembangkan bidang kepariwisataan dan masyarakat tumpang khususnya Desa Malangsuko sejauh ini telah mamanfaatkan potensi sumber daya alam atau embung untuk pngembangan pariwisata berbasis ekowisata. Pengembangan pariwisata yang masuk kategori ekowisata memerlukan kreativitas dan inovasi, kerja sama dan promosi serta koordinasi pemasaran yang baik.


Pengembangan wsiata berbasis kawasan memacu adanya keterlibatan unsur – unsur wilayah dan masyarakat setempat.

Sejauh ini masyarakat telah mengembangkan wisata embung dengan menyediakan fasilitas – fasilitas yang dapat menarik para pengunjung, yaitu membuat gazebo – gazebo kecil, tempat outbound maupun temapat camp. Jika dilihat dari pengelolahaannya, Wisata Embung merupakan pariwisata yang berbasis Masyarakat sehingga di dalamnya terkandung pemberdayaan masyarakat.Desa Malangsuko terletak di Kecamatan tumpang, Kabupaten Malang. Secara geografis Desa malangsuko dengan batas wilayah :

a. Sebelah Utara   : Desa Jeru

b. Sebelah Timur  : Desa Benjor

c. Sebelah Selatan : Desa Tumpang

d. Sebelah Barat    : Desa WriginSongo

2.  Pemberdayaan Masyarakat

Secara umum, pemberdayaan mengandung arti proses menuju berdaya. Pengertian “proses” menunjukkan pada serangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara bertahap untuk mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya menjadi berdaya. Senada dengan pengertian ini, Prijono dan Pranarka (1996: 77) menyatakan bahwa: pemberdayaan mengandung dua arti, yakni: to give power or authority dan to give ability to or enable. Pengertian pertama mengandung arti memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Pengertian kedua adalah memberikan kemampuan Pemberdayaan memberikan tekanan pada pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek demokrasi dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan bagi upaya penguatan potensi lokal. Dengan demikian, pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai objek melainkan juga sebagai subjek. Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007: 2) membagi tiga tahapan pemberdayaan, yaitu: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Pada tahap penyadaran, masyarakat yang menjadi subjek pemberdayaan diberi penyadaran bahwa setiap manusia mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.

Tahap ketiga adalah pemberian daya. Pada tahap ini masyarakat diberikan daya, otoritas, atau peluang untuk berkembang mencapai kemandirian. Pemberian daya disesuaikan dengan kualitas kecakapan masing-masing orang. Misalnya, pemberian kredit modal usaha kepada masyarakat di desa wisata sesuai dengan kemampuannya


dalam mengelola usaha. Dengan demikian, pemberdayaan merupakan suatu proses dan tujuan. Proses berarti serangkaian tahapan untuk mendayakan kelompok masyarakat yang tidak berdaya maupun masyarakat yang memiliki daya, namun masih terbatas untuk mencapai kemandirian. Berbeda dengan tujuan yang menunjuk pada keadaan yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang mampu membangun dirinya dan memperbaiki kehidupannya melalui potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, ukuran keberhasilan pemberdayaan adalah seberapa besar partisipasi atau keberdayaan yang dilakukan oleh individu atau masyarakat.

3. Konsep Desa Wisata.

Konsep Desa Wisata Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Pariwisata Inti Rakyat (PIR) dalam Hadiwijoyo (2012: 68) mendefinisikan desa wisata sebagai suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian perdesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi, akomodasi, makanan-minuman dan kebutuhan wisata lainnya. Sementara itu, Nuryanti (Wiendu, 1993 dalam Chusmeru dan Agoeng Noegroho, 2010: 17) mendefinisikan desa wisata sebagai suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Ada dua komponen utama dalam desa wisata, yaitu: pertama, akomodasi, yakni sebagian dari tempat tinggal penduduk setempat dan atau/unitunit yang berkembang sesuai dengan tempat tinggal penduduk, dan kedua, atraksi, yakni seluruh kehidupan sehari-hari penduduk setempat beserta latar fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipan aktif. Suatu desa dapat dikembangkan sebagai desa wisata apabila memiliki kriteria dan faktor-faktor pendukung sebagai


berikut: pertama, memiliki potensi produk atau daya tarik unik dan khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Potensi-potensi tersebut dapat berupa lingkungan alam maupun kehidupan sosial budaya masyarakat. Kedua, memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) lokal yang cukup dan memadai untuk mendukung pengelolaan desa wisata. Ketiga, faktor peluang akses terhadap akses pasar. Faktor ini memegang peran kunci, karena suatu desa yang telah memiliki kesiapan untuk dikembangkan sebagai desa wisata tidak ada artinya apabila tidak memiliki akses untuk berinteraksi dengan pasar atau wisatawan. Keempat, potensi SDM lokal yang mendukung peluang akses terhadap pasar wisatawan. Kelima, memiliki area untuk pengembangan fasilitas pendukung desa wisata, seperti: home stay, area pelayanan umum, area kesenian dan sebagainya (Dinas Pariwisata DIY, 2014: 26-29). Berdasarkan tingkat perkembangannya, desa wisata dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut (Victoria br. Simanungkalit dkk. 2017: 20-21):

1. Desa wisata embrio adalah desa yang mempunyai potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi desa wisata dan sudah mulai ada gerakan masyarakat untuk mengelolanya menjadi desa wisata.

2. Desa wisata berkembang, yakni desa wisata embrio yang sudah dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa secara swadaya, sudah mulai melaksanakan promosi dan sudah ada wisatawan yang mulai tertarik untuk berkunjung. 3. Desa wisata maju merupakan desa wisata yang sudah berkembang dengan adanya kunjungan wisatawan secara kontinu dan dikelola secara profesional dengan terbentuknya forum pengelola, seperti koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Desa wisata kategori ini telah mampu melakukan promosi dan pemasaran dengan baik.


4. Pengembangan Embung Desa


Embung Malangsuko sendiri sebenarnya adalah sebuah waduk buatan yang pemanfaatnya digunakan untuk menyimpan air pada musim hujan. Lokasinya  terletak di Dusun Malangsuko Desa Wringin Songo, Kecamatan Tumpang. Lokasi ini dibangun sejak tahun 2010 dan diresmikan pada 2012. Selain digunakan sebagai waduk Embung juga dimanfaatkan sebagai tempat pemnfaatan wisata keluarga  dan tempat pemancingan ikan. Air Embung dari air tadah tersebut dialirkan ke sawah di tiga desa yakni Desa WringinSongo, Desa Pucangsongo dan Desa Slamet saat musim kemarau. Dengan adanya penampungan air di Embung dapat meminimalisir terjadinya kekeringan dan kekurangan air. Ketahanan pangan desa semakin mendeaak bagi masyarakat. Peran embung terkait dengan ketersediaan pangan, terutama guna mengurangi faktor gangguan akibat kekeringan sehingga dapat terjadi gagal panen. Embung menji faktor yang sangat penting dalam produksi pangan desa dan mendrong terciptanya swadaya pangan penduduk desa. Waduk uga bisa mendukung pertanian sehingga bisa meningkatkan hasil panen, terutama tanaman padi, jagung, cabai, yang ada di sekitar embung, hasil panen bisa diwujudkan para petani desa dengan ketersediaan air.

Dengan adanya embung pmasyarakat desa harus ikut mengelola dan merawat embung secara bergotong – royong. Kedaulatan pangan harus diupayakan mulai dari desa. Embung memiliki peran strategis dalam turut menciptakan kedaulatan pangan pedesaan. Pemberdayaan yang di inginkan olehh masyarakat adalah pemberdayaan yang dapat membangun masyarakat ke arah yang lebih sesuai dengan tujuan dengan tujuan pemberdayaan, menurut Sunyoto Usman (2010:31), Udsaha memberdayakan masyarakat desa serta menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan menjadi fenomena yang semakin


kompleks, pembangunan pedesaan dalam perkembangannya tidak semata-mata terbatas pada peningkatan produksi pertanian. Pembangunan pedesaan juga tidak hanya cukup implementasi program peningkatan kesejahteraan sosial melalui distribusi uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Oleh karena itu, Peneliti memilih objek Wisata Embung Malangsuko karena pada historisnya Embung merupakan lahan koosng yang dialih fungsikan menjadi waduk tempak penampungan air dimana waduk tersebut berfungsi untuk mengairi persawahan yang ada di Malangsuko. Selain sebagai tempat untuk menampung air Embung juga di fungsikan sebagai kolam pancing dan wisata.

Peneliti beranggapan bahwa Wisata Embung merupakan suatu wisata di Desa Malangsuko yang menarik serta unik dan layak untuk di kembnagkan karena bukan hanya sekedar waduk untuk menampung air akan tetapi berpotensi besar  di ekowisatanya dan dengan pengembangan Wisata Embung dapat meningkatkan perekonomian Desa Malangsuko dengan adanya sesuatu yang baru dapat membuat masyarakat Desa Malangsuko tertarik untuk mengunjungi Wisata Embung.

 

PENUTUP

      Desa Malangsuko merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Adapun yang di maksudkan dalam laporan ini adalah laporan program penelitian kerja Kliah Kerja Nyata (KKN) salah satu yang kami lakukan yaitu mengabdi kepada masyarakat dan pengembangan EMBUNG yang di Desa Malangsuko Kecamatan Tumpang. Desa Malangsuko merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Adapun yang di maksudkan dalam laporan ini adalah laporan program penelitian kerja Kliah Kerja Nyata (KKN) salah satu yang kami lakukan yaitu mengabdi kepada masyarakat dan pengembangan EMBUNG yang di Desa Malangsuko Kecamatan Tumpang.

Dengan adanya wisata Embung maka masyarakat bisa berpartisipasi dalam rangka mensukseskan pengembangan  potensi embung Malangsuko. Pemberdayaan masyarakat dalam


pengembangan potensi Embung Malangsuko mampu mengubah sebagian besar masyarakat untuk berubah.

Dengan adanya wisata Embung maka masyarakat bisa berpartisipasi dalam rangka mensukseskan pengembangan  potensi embung Malangsuko. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan potensi Embung Malangsuko mampu mengubah sebagian besar masyarakat untuk berubah.



DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Johnson, Peter A. (2010). “Realizing Rural Community Based Tourism Development: Prospects for Social-Economy Enterprises.” Journal of Rural and Community Development 5, 1/2 (2010): 150-162.

Made Heny Urmila Dewi, Chafd Fandeli, dan M. Baiquni. (2013). “Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali”. Kawistara, Vol. 3, No. 2, Agustus 2013: 129-139.

Wearing, S.L. and Mc Donald. (2002). “The Development of Community Based Tourism: Re-Thinking The

Buku

Dinas Pariwisata DIY. (2014). Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY. Laporan Akhir. DIY: Dinas Pariwisata DIY. Hadiwijoyo. (2012).

Perencanaan Pariwisata Perdesaan Berbasis Masyarakat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ife, Jim. (1995). Community Development, Creating Community Alternatives-Vision, Analysis and Practice. Melbourne:

Addison Wesley Longman. O.S. Prijono, O.S. & A.M.W. Pranarka. (1996). Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: CSIS

Tri Winarni. (1998). Memahami Pemberdayaan Masyarakat Desa Partisipatif dalam Orientasi Pembangunan Masyarakat Desa Menyongsong Abad 21: Menuju Pemberdayaan Pelayanan Masyarakat. Yogyakarta:

Adita Media. Victoria br. Simanungkalit, dkk. (2017). Buku Panduan Pengembangan Desa Wisata Hijau. Jakarta: Asisten Deputi Urusan Ketenagalistrikan dan Aneka Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia.

Wrihatnolo, Randy R. dan Riant Nugroho Dwidjowijoto. (2007). Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Elex Media Komputindo

Undang-undang

UU No 6 tahun 2014 tentang desa pasal 1 ayat (12) : Pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

 

 

Internet

Permatasari, Ika Kusuma. 2011. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Desa Wisata dalam Usaha Peningkatan Kesejahteraan (Desa Candirejo, Magelang, Jawa Tengah)

Sunyoto Usman. 2008. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebianto. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. rev.ed. Bandung: Alfabeta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAHASISWA KKN STISOSPOL WASKITA DHARMA MALANG IKUT SERTA BERPARTISIPASI DALAM PERTEMUAN RUTIN IBU-IBU PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga) DI DESA MALANGSUKO, TUMPANG.

KKN STWD 2021 JURUSAN ADAMINISTRASI PUBLIK BERSOSIALISAI PADA WARGA MALANGSUKO DI AREA PERTANIAN